masukkan script iklan disini
Nasional | Oktober 2025** — Dugaan ketidakterbukaan pengelolaan dana desa kembali mencuat. Sejumlah masyarakat desa di wilayah Sumatera Utara mengeluhkan bahwa **laporan penggunaan Dana Desa (DD)** tidak pernah dipublikasikan secara jelas, khususnya pada **pos anggaran dana mendesak** yang disebut-sebut telah digunakan hingga **enam kali dalam setahun**, namun tanpa penjabaran rinci.
Informasi yang diperoleh menyebutkan, selama hampir **satu tahun anggaran**, dana mendesak tersebut menjadi pos utama dalam pencairan, namun **tidak disertai laporan penggunaan, bukti fisik kegiatan, maupun hasil musyawarah desa (Musdes)** sebagaimana diatur oleh peraturan perundang-undangan.
Warga desa mempertanyakan mengapa laporan realisasi anggaran tidak pernah dipublikasikan secara terbuka, baik melalui papan informasi desa, baliho anggaran, maupun situs resmi pemerintah desa.
> “Setiap kali ditanya soal laporan dana desa, jawabannya selalu karena ada kebutuhan mendesak. Tapi kami tidak tahu mendesak yang mana, dan digunakan untuk apa saja. Sudah enam kali katanya cair dana mendesak, tapi tak ada yang jelas,” ungkap salah seorang tokoh masyarakat yang meminta identitasnya dirahasiakan.
---
### **Diduga Langgar Prinsip Transparansi dan Akuntabilitas**
Penggunaan dana mendesak tanpa penjabaran rinci dianggap **menyimpang dari prinsip pengelolaan keuangan desa** sebagaimana diatur dalam **Pasal 24 huruf (a) dan (b) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa**, yang menegaskan bahwa:
> *“Penyelenggaraan pemerintahan desa harus berdasarkan asas transparansi, akuntabilitas, dan partisipatif.”*
Selain itu, **Permendesa PDTT Nomor 7 Tahun 2021 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa** juga menegaskan bahwa dana desa wajib dikelola secara terbuka, dapat diakses publik, dan setiap penggunaannya harus berdasarkan hasil musyawarah desa (Musdes).
Pos *dana mendesak* atau *belanja tak terduga desa* pada prinsipnya hanya boleh digunakan untuk keadaan darurat seperti **bencana alam, kejadian luar biasa, atau keadaan mendesak lainnya** yang ditetapkan melalui keputusan kepala desa dan disetujui oleh BPD (Badan Permusyawaratan Desa).
Namun fakta di lapangan justru menunjukkan penggunaan pos ini secara berulang tanpa dokumentasi resmi maupun laporan pertanggungjawaban (LPJ).
> “Kalau memang digunakan untuk hal mendesak, seharusnya ada laporan tertulis dan bukti kegiatan. Tapi ini sudah hampir setahun tak ada penjelasan,” tambah warga lainnya.
---
### **Kades Diminta Segera Laporkan Realisasi Anggaran**
Aktivis pemerhati kebijakan publik dan keuangan desa menilai bahwa lemahnya pengawasan dari **inspektorat kabupaten** dan **pendamping desa** menjadi celah terjadinya dugaan penyimpangan.
Mereka mendesak agar pemerintah kabupaten segera melakukan audit khusus.
> “Penggunaan dana desa tanpa laporan rinci adalah pelanggaran administratif serius. Jika ada indikasi penyalahgunaan, bisa berlanjut ke ranah pidana sesuai dengan Pasal 3 dan 8 UU Tipikor,” tegas **H. Arman Lubis, pemerhati kebijakan publik di Sumatera Utara**.
Kepala desa sebagai penanggung jawab keuangan desa diwajibkan membuat **laporan realisasi pelaksanaan APBDes setiap semester dan tahunan**, sebagaimana diatur dalam **Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa**, Pasal 70-71.
> “Jika laporan tidak disampaikan atau sengaja disembunyikan, maka kepala desa bisa dikenai sanksi administratif, bahkan diberhentikan,” tambah Arman.
---
### **Peran BPD dan Masyarakat**
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) diharapkan tidak hanya menjadi lembaga formalitas, tetapi turut aktif mengawasi setiap penggunaan dana desa.
Pasal 55 UU Desa menegaskan bahwa **BPD memiliki fungsi menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat serta mengawasi kinerja pemerintah desa.**
Selain itu, masyarakat juga memiliki hak untuk **meminta salinan laporan keuangan desa**, sesuai dengan prinsip keterbukaan informasi publik sebagaimana diatur dalam **UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP)**.
> “Transparansi adalah kunci. Jika dana digunakan untuk kepentingan masyarakat, tidak ada alasan untuk disembunyikan,” kata salah satu anggota LSM antikorupsi daerah.
---
### **Penutup**
Dugaan penyalahgunaan dana mendesak di sejumlah desa menunjukkan perlunya pengetatan pengawasan dan peningkatan kapasitas aparatur desa dalam mengelola anggaran publik.
Pemerintah daerah, inspektorat, dan Kementerian Desa diharapkan segera melakukan evaluasi dan audit agar keuangan desa tetap akuntabel dan bermanfaat bagi warga.
“Dana desa adalah amanah rakyat. Setiap rupiah harus bisa dipertanggungjawabkan,” pungkas Jonni
---



